Bentrokan, mahasiswa dengan aparat keamanan, mahasiswa dengan pegawai lembaga yudikatif. Bentrokan pedagang kaki lima dengan petugas Satpol PP, pengemis dan anak jalanan dengan petugas satpol buruh dengan aparat keamanan, bentrokan lain masing sering terjadi. Itu semua merupakan wujud dari konflik. Selain penyebab dan latar belakang konflik, ada hal lain lagi perlu mendapat perhatian baik oleh negara sebagai organisasi terbesar dan tertinggi dalam suatu bangsa. Untuk menemukan hal lain tersebut penulis menggunakan tinjauan Sosiologis, apa sajakah itu ?
Secara Sosiologis suatu masyarakat memiliki tatanan sosial berdasar kelompok sosial. Tiap kelompok sosial memiliki status dan peran sosial. Jika demikian mengapa konflik antar kelompok sosial dalam masyarakat terus terjadi. Ada beberapa tinjauan dapat menjawab pertanyaan tersebut.
Distribusi
Dalam masyarakat berlau tatanan sosial. Tatanan sosial membagi posisi dan peran sosial baik secara hirsontal maupun vertikal. Interaksi antar komponen dalam tatanan sosial berdampak pada distribusi otoritas. Penditribusian otoritas memunculkan perbedaan. Perbedaan distribusi otoritas inilah memicu konflik. Mencermati perbedaan distribusi otoritas membantu menganalisis konflik.
Konteks otoritas, kelompok sosial dibagi menjadi kelompok superordinat dan kelompok subordinat. Pembelahan dua kelompok ini berdampak pada ketegangan interaksi diantara keduanya. Terlebih kelompok superordinat dinilai oleh kelompok subordinat melakukan manipulasi. Maka terjadilah konflik, seperti terlihat berbagai macam konflik.
Hal terseubut diperkuat dengan tesis Dahrendrof, sebagai berikut, perbedaan distribusi otoritas selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial sistematis (1959: 165). Ada pihak memiliki otoritas terhadap sumber-sumber daya sosial, seperti kewenangan, informasi, ekonomi, legal, dsb. Sementara pihak lain menilai otoritas tersebut tidak dilaksanakan secara layak. Sehingga nampak tidak ada transprasi bahkan cenderung memanipulasi. Dan, itu sangat merugikan pihak subordinat sedangkan pihak superdordinat merasa sudah berada pada prosedur semestinya. Inilah sumber konflik sosial.
Dominasi
Selain itu, dari perbedaan perlakuan tersebut, ada dominasi kelompok sosial tertentu oleh kelompok lain, melihat keteraturan sosial didasarkan atas manipulasi dan kontrol oleh kelompok dominan dan memandang perubahan sosial terjadi secara dan menurut cara yang tak teratur ketika kelompok-kelompok subordinat menggulingkan kelompok yang semula dominan (Thomas Bernard, 1983). Kelompok subordinat berusaha menembus ketidaktransparan dengan melakukan aksi perlawanan (apa pun bentuknya). Pihak superordinat merasa ada upaya penggulingan otoritas sehingga upaya perlindungan, pertahanan dipakai.
Kelompok subordinat memiliki otoritas mendapatkan informasi Upaya ketidak teraturan lebih sering dipakai oleh kelompok subordinat karena menilai kelompok superordinat berjalan tidak sesuai prosedur. Sisi lain kelompok superordinat bertahan pada otoritas dalam tatanan sosial. Ketegangan ini sering kali memicu ketidakstabilan masing-masing kelompok sosial. Karena berlarut-larut maka terbentuklah “titik temu” dua kelompok sosial berbeda otoritas dalam wujud bentrokkan, kekerasan.
Kepentingan
Selain itu, hal lain lagi adalah kepentingan. Sisi kepentingan tiap kelompok sosial perlu menjadi kajian untuk mencermati konflik. Jika kepentingan kedua kelompok sosial sama maka konflik dapat terhidarkan. Namun jika kepentingan berseberangan bahkan bertentangan maka konflik tidak dapat dihindari.
Sisi kepentingan untuk mencermati konflik disampaikan oleh Dahrendrof. Kelompok yang memegang posisi otoritas dan kelompok subordinat yang mempunyai kepentingan tertentu “yang arah dan substansinya saling bertentangan.” Di sini kita berhadapan dengan konsep kunci, yakni kepentingan. Sisi kepentingan masing-masing kelompok sosial sangatlah subjektif.
Kelompok subordinat memiliki kepentingan sendiri dan itu hanya mereka saja yang tahu. Demikian pula, kelompok superordinat meskipun bekerja sesuai prosedur namun tetap ada unsur subjektifitas. Masing-masing kelompok sosial bertindak dilandasi oleh subjektifitas.
Ketika berada dalam wilayah subjektif maka sulit ada kesadaran titik temu sosial atau kepentingan sosial. Yang ada hanyalah kesadaran subjektif namun dikemas dalam wilayah sosial.Dan, perbedaan kepentingan sosial ini sulit dititiktemukan. Ini sungguh berpotensi konflik.
Saat berbicara perbedaan kepentingan, tiap kelompok sosial menggunakan otoritas yang dipunyai, yang melekat. Hal tersebut nampak dalam wujud perlawanan kelompok subordinat dengan berbabagi cara, seperti mendorong, melempar batu-kayu, dll. Demikian pula kelompok superordinat otoritasnya untuk mempertahankan dengan berbagai macam dan bentuk , seperti persenjataan, alat-alat berat, dll. Akibat konflik jatuh korban di masing-masing kelompok sosial bahkan merusak fasilitas umum, kerusakan rumah, kendaraan, orang yang tidak terlibat.
Kesimpulan
Agar kehidupan bermasyarakat berjalan secara teratur maka dibuatlah tatanan sosial. Dalam tatanan sosial berlaku distribusi otoritas berdasar status/posisi sosial dan peran sosial. Kondisi tersebut memunculkan dominasi sesuai dengan status dan peran sosialnya. Namun, hendaknya otoritas dan dominasi tiap kelompok didasarkan pada kepentingan sosial bukan kepentingan subjektif.
Jadi agar kelompok sosial superdordinat dan kelompok subordinat dapat berjalan sesuai tatanan sosial maka tiap kelompok sosial selalu berpedoman pada terang “kepentingan sosial.” Semoga !!
Penulis
Kukuh Widyatmoko
Dosen Pascasarjana Program Pendidikan IPS Universitas Kanjuruhan Malang, Ketua Kelompok Studi Kebijakan Publik “BILIK” Malang.
Tinggal di :
Jalan Janti Barat C dalam 3
Malang 65148
Telp 087859585572
Secara Sosiologis suatu masyarakat memiliki tatanan sosial berdasar kelompok sosial. Tiap kelompok sosial memiliki status dan peran sosial. Jika demikian mengapa konflik antar kelompok sosial dalam masyarakat terus terjadi. Ada beberapa tinjauan dapat menjawab pertanyaan tersebut.
Distribusi
Dalam masyarakat berlau tatanan sosial. Tatanan sosial membagi posisi dan peran sosial baik secara hirsontal maupun vertikal. Interaksi antar komponen dalam tatanan sosial berdampak pada distribusi otoritas. Penditribusian otoritas memunculkan perbedaan. Perbedaan distribusi otoritas inilah memicu konflik. Mencermati perbedaan distribusi otoritas membantu menganalisis konflik.
Konteks otoritas, kelompok sosial dibagi menjadi kelompok superordinat dan kelompok subordinat. Pembelahan dua kelompok ini berdampak pada ketegangan interaksi diantara keduanya. Terlebih kelompok superordinat dinilai oleh kelompok subordinat melakukan manipulasi. Maka terjadilah konflik, seperti terlihat berbagai macam konflik.
Hal terseubut diperkuat dengan tesis Dahrendrof, sebagai berikut, perbedaan distribusi otoritas selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial sistematis (1959: 165). Ada pihak memiliki otoritas terhadap sumber-sumber daya sosial, seperti kewenangan, informasi, ekonomi, legal, dsb. Sementara pihak lain menilai otoritas tersebut tidak dilaksanakan secara layak. Sehingga nampak tidak ada transprasi bahkan cenderung memanipulasi. Dan, itu sangat merugikan pihak subordinat sedangkan pihak superdordinat merasa sudah berada pada prosedur semestinya. Inilah sumber konflik sosial.
Dominasi
Selain itu, dari perbedaan perlakuan tersebut, ada dominasi kelompok sosial tertentu oleh kelompok lain, melihat keteraturan sosial didasarkan atas manipulasi dan kontrol oleh kelompok dominan dan memandang perubahan sosial terjadi secara dan menurut cara yang tak teratur ketika kelompok-kelompok subordinat menggulingkan kelompok yang semula dominan (Thomas Bernard, 1983). Kelompok subordinat berusaha menembus ketidaktransparan dengan melakukan aksi perlawanan (apa pun bentuknya). Pihak superordinat merasa ada upaya penggulingan otoritas sehingga upaya perlindungan, pertahanan dipakai.
Kelompok subordinat memiliki otoritas mendapatkan informasi Upaya ketidak teraturan lebih sering dipakai oleh kelompok subordinat karena menilai kelompok superordinat berjalan tidak sesuai prosedur. Sisi lain kelompok superordinat bertahan pada otoritas dalam tatanan sosial. Ketegangan ini sering kali memicu ketidakstabilan masing-masing kelompok sosial. Karena berlarut-larut maka terbentuklah “titik temu” dua kelompok sosial berbeda otoritas dalam wujud bentrokkan, kekerasan.
Kepentingan
Selain itu, hal lain lagi adalah kepentingan. Sisi kepentingan tiap kelompok sosial perlu menjadi kajian untuk mencermati konflik. Jika kepentingan kedua kelompok sosial sama maka konflik dapat terhidarkan. Namun jika kepentingan berseberangan bahkan bertentangan maka konflik tidak dapat dihindari.
Sisi kepentingan untuk mencermati konflik disampaikan oleh Dahrendrof. Kelompok yang memegang posisi otoritas dan kelompok subordinat yang mempunyai kepentingan tertentu “yang arah dan substansinya saling bertentangan.” Di sini kita berhadapan dengan konsep kunci, yakni kepentingan. Sisi kepentingan masing-masing kelompok sosial sangatlah subjektif.
Kelompok subordinat memiliki kepentingan sendiri dan itu hanya mereka saja yang tahu. Demikian pula, kelompok superordinat meskipun bekerja sesuai prosedur namun tetap ada unsur subjektifitas. Masing-masing kelompok sosial bertindak dilandasi oleh subjektifitas.
Ketika berada dalam wilayah subjektif maka sulit ada kesadaran titik temu sosial atau kepentingan sosial. Yang ada hanyalah kesadaran subjektif namun dikemas dalam wilayah sosial.Dan, perbedaan kepentingan sosial ini sulit dititiktemukan. Ini sungguh berpotensi konflik.
Saat berbicara perbedaan kepentingan, tiap kelompok sosial menggunakan otoritas yang dipunyai, yang melekat. Hal tersebut nampak dalam wujud perlawanan kelompok subordinat dengan berbabagi cara, seperti mendorong, melempar batu-kayu, dll. Demikian pula kelompok superordinat otoritasnya untuk mempertahankan dengan berbagai macam dan bentuk , seperti persenjataan, alat-alat berat, dll. Akibat konflik jatuh korban di masing-masing kelompok sosial bahkan merusak fasilitas umum, kerusakan rumah, kendaraan, orang yang tidak terlibat.
Kesimpulan
Agar kehidupan bermasyarakat berjalan secara teratur maka dibuatlah tatanan sosial. Dalam tatanan sosial berlaku distribusi otoritas berdasar status/posisi sosial dan peran sosial. Kondisi tersebut memunculkan dominasi sesuai dengan status dan peran sosialnya. Namun, hendaknya otoritas dan dominasi tiap kelompok didasarkan pada kepentingan sosial bukan kepentingan subjektif.
Jadi agar kelompok sosial superdordinat dan kelompok subordinat dapat berjalan sesuai tatanan sosial maka tiap kelompok sosial selalu berpedoman pada terang “kepentingan sosial.” Semoga !!
Penulis
Kukuh Widyatmoko
Dosen Pascasarjana Program Pendidikan IPS Universitas Kanjuruhan Malang, Ketua Kelompok Studi Kebijakan Publik “BILIK” Malang.
Tinggal di :
Jalan Janti Barat C dalam 3
Malang 65148
Telp 087859585572
0 comments:
Post a Comment